Dampak Angkutan Batu Bara Warga Larang Kendaraan Berplat BE Lewati Muaraenim

0
793
( foto ilustrasi)

Bandar Lampung(DLO)- Aksi penyetopan truk pengangkut batu bara di Waykanan ternyata berbuntut panjang. Warga dari delapan desa di wilayah Kecamatan Lawangkidul dan Tanjungagung, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, yang tergabung dalam Asosiasi Masyarakat Batu Bara (Asmara) melakukan aksi balasan.

Massa melakukan penghadangan terhadap semua mobil yang menggunakan nomor polisi (nopol) Provinsi Lampung seri BE mulai pukul 08.00 WIB Jumat (28/7).  Sikap itu merupakan bentuk protes warga terhadap anggota DPRD Waykanan yang telah memobilisasi massa untuk menghadang truk angkutan batu bara dan kelapa sawit yang berasal dari Muaraenim.

Aksi penghadangan itu dilakukan warga di dua titik, yakni di jalan lintas Muaraenim-Lampung, tepatnya di jalan lintas Desa Tanjunglalang dan Pulaupanggung Enim, Kecamatan Tanjungagung, dengan menghentikan setiap kendaraan berpelat BE. Semua kendaraan, baik jenis angkutan umum, truk, maupun kendaraan pribadi, tak boleh melintasi jalan di wilayah setempat. Semua kendaraan, tanpa terkecuali, diminta berbalik arah.

Selain aksi penghadangan itu, warga juga memasang spanduk bertuliskan kekecewaan mereka terkait kebijakan larangan truk pengangkut batu bara melintas di Waykanan. Spanduk yang dibentang di tepi jalan itu bertuliskan ’’Masyarakat dan DPRD Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung Tidak NKRI Anti Pancasila”.

Ketua Asmara Keyjhon menyatakan, aksi larangan itu akan terus dilakukan hingga truk pengangkut batu bara diperbolehkan kembali melintasi Waykanan. Sebelumnya, Asmara mengecam aksi penghentian truk angkutan batu bara di Waykanan. Mereka bahkan secara khusus meminta Pemprov Lampung dan jajaran Forkopimda Waykanan mengizinkan kembali truk pengangkut batu bara melintas terhitung 29 Juli 2017.

Aksi itu sontak menuai kecaman. Salah satunya dilontarkan tokoh masyarakat sekaligus anggota DPRD Waykanan Hi. Romli. menyatakan, pengurus Asmara membuat surat yang tidak ada dasar. Sebab, menurutnya, yang diuntungkan dari kegiatan pengangkutan batu bara itu adalah kalangan pengusaha dari Muaraenim.yang dilansir dari radar Lampung.

Sedangkan masyarakat Waykanan khususnya dan Provinsi Lampung menikmati kerugian. ’’Justru seharusnya masyarakat Waykanan yang lapor ke Kapolri agar dapat menangkap dan memproses hukum para pelanggar UU Nomor 38 Tahun 2004. Apalagi yang kami lakukan ini disambut baik oleh masyarakat Lampung. Hanya segelintir yang tidak suka karena kami duga telah dapat upeti dari angkutan batu bara yang melintas,” katanya kemarin.

Romli juga mengkritisi sikap Asmara yang dinilainya tidak rasional. ’’Apa cocok orang yang melanggar hukum meminta menangkap orang yang membantu penegakan hukum. Coba lihat jalan rusak, jembatan jebol atau patah. Jalan yang baru sebulan direhab langsumg rusak. Itu semua karena truk batu bara,” tukasnya.

Pernyataan Romli diamini Anwar Syarifudin. Menurut Anwar, sebelum menuntut Asmara seharusnya instropeksi diri apakah tindakan yang mereka lakukan sudah sesuai dengan undang-undang. “Coba mereka baca dan pelajari Uu Nomor 38 Tahun 2009 dan PP 34 Tahun 2006 pasal 118 tentang jalan,” ketus Anwar.

Terpisah, Kapolres Waykanan AKBP Budi Asrul Kurniawan melalui chat-nya di grup WA Media Bersatu menyatakan orang-orang Muaraenim itu hanya bisa mengecam tanpa berusaha menunjukkan empati pada masyarakat Waykanan, Lampung Utara, Lampung Tengah, Pesawaran, dan Lampung Selatan yang sepanjang tahun terkena dampak negatif angkutan batu bara.

Sementara itu, Dinas Perhubungan (Dishub) Lampung mengaku hal tersebut menjadi kewenangan Pemprov Sumatera Selatan. Kabid Lalin Dishub Lampung Andriyanto Wahyudi mengatakan, di Lampung memang jelas melarang angkutan batu bara yang melebihi muatan. Aturan seperti itu semestinya juga disikapi oleh Pemprov Sumsel. ’’Karena itu kan wilayah mereka. Semestinya mereka tanggap dong,” kata dia.

Menurut Andriyanto, pihaknya sudah mencoba melakukan komunikasi dengan Dishub Provinsi Sumsel mengenai persoalan ini. ”Saya baru tahu dari temen media. Ini saya langsung coba kontak temen Dishub yang di sana tapi masih belum online,” kata dia.

Dijelaskan, pada prinsipnya pihaknya tidak melarang angkutan batubara melintasi Lampung. ”Kami hanya meminta mereka sesuai dengan kapasitas saja kok. Karena beban maksimal untuk jalan provinsi adalah 10 ton per sumbunya. Kalau lebih dari 10 ton ya ditambah sumbunya,” jelasnya.

Di bagian lain, Polda Lampung mengaku belum mengetahui informasi tentang aksi penghadangan terhadap kendaraan berpelat BE di wilayah Muaraenim. Kapolda Lampung, Irjen Pol Sudjarno mengaku, pihaknya belum mendapat laporan tersebut. “Emangnya gara-gara apa? Kok bisa kendaraan pelat BE nggak boleh lewat di Muaraenim,” kata Sudjarno saat dihubungi melalui ponselnya semalam.(red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here