“Malas Baca, Hobi Ngejudge”

0
212

SEORANG PENULIS pasti mengharapkan tulisannya banyak direspon oleh pembaca. Seorang penulis pasti akan kecewa jika tulisannya dihujat orang yang tidak mengerti maknanya. Oleh karenanya menjadi seorang penulis bukan hanya pandai merangkai kata, tapi juga pandai menyamakan tafsir perkataan dengan orang yang sering salah duga. Begitu kira-kira.

Berbicara tulisan, opini, respon, pembaca, dan termasuk penulisnya tidak akan pernah lepas dari ‘siapa yang salah’ jika ada tulisan yang diaggap tak layak konsumsi. Tersebutlah dari sebuah media online, facebook, twitter, atau yang sedang kekinian seperti instagram, perespon tulisan biasanya lebih sering tidak mengerti makna lalu salah duga dan berakibat celaka. Terkadang perespon lainnya hanya ikut-ikutan dari komentar sebelumnya. Berniat seperti nitizen yang selalu update berita, ini malah jadi sosok perusak makna.

Pendapat seseorang akan sebuah karya termasuk tulisan memang sangat diperlukan. Tujuan utamanya adalah untuk menginformasikan dan mendapat masukan, atau mungkin ada pihak tertentu yang mengambil keuntungan dibalik ramainya pembicaraan. Semakin banyak respon baik dari suatu tulisan maka dapat dipastikan tulisan itu layak konsumsi sedang yang tidak mendapat respon belum tentu dikatakan tulisan yang tidak layak konsumsi. Hanya saja penulisnya kurang mengemas dengan cantik gaya bahasanya atau kurang penegasan pada judul yang seharusnya membuat pembaca seketika penasaran ingin mengetahui isinya.

Berbicara soal judul. Lebih banyak perespon yang ‘terjebak’ di dalam maknanya. Seakan tidak mau tahu bagaimana isinya lantas ia berkomentar “harusnya begini min, bukan begitu” atau “dasar tidak tahu malu.. dasar tidak tahu diuntung.. bakar saja.. hukum..” dan yang lainnnya. Beda dengan seorang pembaca yang merespon suatu tulisan. Karena pada konteks ini perespon dan pembaca agak sedikit berbeda. Biasanya pembaca adalah orang yang tidak hanya membaca judul lantas berkomentar, tapi yang juga membaca habis tulisannya dan mengerti apa yang dibicarakan dengan mencari sumber lain lalu barulah ia berkomentar. Biasanya komentar Si Pembaca ini lebih bijak dari pada Si Perespon yang terkadang sering salah duga dan hanya ikut-ikutan komentar sebelumnya.

Kita ambil contoh pada sebuah kasus di Instagram. Ada sebuah akun yang memposting foto sedang memegang bunga yang telah dipetik dari daerah pegunungan, sayangnya di bawah foto itu tidak dilengkapi dengan tulisan apa dan seperti apa bunga itu sebenarnya. Alhasil menimbulkan banyak sekali kecaman dari orang-orang yang ‘katanya’ cinta alam. Kebanyakan dari mereka tidak tahu kalau bunga ini sebenarnya mengganggu ekosistem di pegunungan tersebut dan harus, juga sangat boleh kalau dipetik. Kemudian ada akun instagram lain yang merepost foto tersebut lalu menyertai dengan kalimat panjang sebagai penjelasan untuk orang-orang awam.

Dari kasus di atas bisa kita petik satu kalimat ‘malas membaca pasti salah duga’. Karena ini salah satu tabiat masyarakat kita, jadi mungkin agak sulit memberi tahunya. Berniat ingin jadi yang lebih tau, ternyata malah seperti orang yang sok tau. Jangan sampai kebiasaan ‘malas baca, hobi ngejudge’ ini semakin menjamur.

gimana ini pak Nurullah Duta pendapatnya? :D:D

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here