INDRAMAYU, (Duta Lampung Online) – Luas areal pertanian di Kabupaten Indramayu mencapai 114.315 ha dan setiap tahunnya tidak kurang dari 210 ribu hektar ditanami padi. Dari luas tersebut bisa dihasilkan produksi padi 1,7 juta ton gabah kering panen. Memperhatikan hasil produksi yang melimpah tersebut, tidak heran Indramayu dikenal sebagai lumbung pangan Jawa Barat bahkan nasional.
Pencapaian predikat lumbung pangan nasional tak lepas dari peran besar petani sebagai pelaku utama kegiatan usaha pertanian. Sujana Bosi merupakan salah satu petani asal Desa Cangko, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu yang tampak begitu antusias dalam menjalankan usahataninya.
Berawal dari pengalaman pahit gagal panen akibat pertanaman padinya terserang penyakit busuk leher (teklik), timbul keinginan yang kuat untuk mengelola usaha taninya dengan lebih baik sehingga bisa menghasilkan produksi padi yang tinggi.
Sujana Bosi pun rajin bertanya kepada penyuluh pertanian tentang teknik budidaya padi yang baik dan menguntungkan, di samping tekun memantau perkembangan pengetahuan teknologi budidaya padi dari internet. Semua pengetahuan tentang teknologi pertanian yang diperolehnya dari banyak sumber dijadikan petunjuk untuk penerapan di lahan usahataninya.
Ia menerapkan sistem tanam jajar legowo 2 : 1 seperti yang dianjurkan penyuluh pertanian, walaupun dalam luasan 300 bata (1 bata = 14 m2) memerlukan biaya tanam hingga Rp. 1,2 juta. Padahal biaya tanam secara umum untuk 100 bata hanya sebesar Rp. 130 ribu.
Penggunaan pupuk pun sesuai dengan anjuran dengan dosis 3 kali pemupukan. Demikian pula untuk pengendalian hama penyakit, Sujana Bosi menerapkan sistem pengendalian hama terpadu melalui pengamatan dini.
Belum lagi penggunaan alat-alat seperti alat tanam jajar legowo, alat pemupukan dan alat penyemprotan bila terjadi hama di atas ambang ekonomi, semua itu dilakukan untuk mengefisiensikan biaya produksi.
Cara budidaya yang dilakukan Sujana Bosi tidak jarang mendapat cemoohan dari para petani di sekitarnya, karena dianggapnya berbeda dan pemborosan belaka. Namun ia tak peduli dan terus menerapkan teknologi sesuai petunjuk dari penyuluh pertanian serta informasi yang diperoleh dari jejaring sosial.
Apa yang dilakukannya tersebut berbuah manis. Di musim rendeng 2015/2016 dari areal pertanaman padi seluas 300 bata diperoleh hasil panen sebanyak 4,7 ton gabah kering panen atau 1,56 ton per 100 bata belum termasuk bawon seperenam. Padahal petani sekitar yang berbudidaya cara biasa hanya menghasilkan 9 sampai 10 kuintal per 100 bata.
Di samping memberikan contoh penerapan teknologi yang bisa meningkatkan produksi padi, Sujana Bosi senang berdiskusi dengan sesama petani manakala tengah bersama-sama berada di sawah. Pendekatan dilakukan secara persuasif karena menurut pemikirannya bila petani disuruh apalagi dipaksa untuk melakukan perubahan tanpa diajak bicara dan melihat bukti ibarat menabur garam di laut.
Upaya yang dilakukannya secara terus-menerus ternyata mendatangkan hasil yang menggembirakan. Semakin banyak petani di daerahnya akhirnya menyadari betapa pentingnya mengelola usahatani padi dengan baik agar hasil yang didapat meningkat, karena usaha itulah harapan satu-satunya petani.
Dari diskusi yang panjang, maka para petani sepakat untuk membentuk Kelompok Taruna Tani. Melalui musyawarah bersama dengan bimbingan Warti, MP penyuluh pertanian setempat, Yoyo Hudaya, Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Tukdana dan Kuwu Desa Cangkok maka pada tanggal 3 Februari 2016 dilakukan pertemuan musyawarah yang dihadiri 30 orang petani.
Pada musyawarah tersebut disepakati pembentukan Kelompok Taruna Tani dengan nama “Bratan Jali” sekaligus ditetapkan Sujana Bosi sebagai Ketua Kelompok Taruna Tani, sekretaris Badrun Al-Ahyasa dan bendahara Kandeg. Anggota Kelompok Taruna Tani sudah sepakat untuk menerapkan teknologi yang telah dipelopori oleh Sujana Bosi dan akan selalu melakukan musyawarah untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di kelompok.(ST)