Jakarta (Duta Lampung Online) – Kendati diwarnai interupsi, paripurna DPR akhirnya mengesahkan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada.
Paripurna DPR yang mengesahkan revisi UU Pilkada digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/6/2016) siang.
Paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, ditemani oleh Ketua DPR Ade Komarudin, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
Salah satu isi penting dari pengesahan RUU Pilkada adalah anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mundur jika maju sebagai calon di pilkada.
Sedangkan petahana alias pimpinan daerah yang masih memimpin tak perlu mundur alias cuti. “Semua anggota dewan menyetujui revisi Undang-undang ini untuk disahkan menjadi Undang-undang?” tanya Wakil ketua DPR sekaligus pimpinan sidang, Taufik Kurniawan.
“Setuju!” Demikian jawaban anggota DPR di ruangan paripurna.
Delapan fraksi menerima pengesahan, tetapi dua fraksi menerima dengan catatan.
Fraksi PKS dan Gerindra memberikan catatan tentang syarat mundur atau tidaknya anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
“Tidak equal treatment, dengan logika sama, PKS tegaskan pada UU baru yang akan disahkan, menerapkan gubernur cukup cuti, seharusnya anggota DPR dan tidak perlu mundur, cukup cuti,” kata politisi PKS, Almuzammil Yusuf.
Sikap serupa juga ditunjukkan Fraksi partai Gerindra. Mereka menerima tetapi dengan catatan.
Beberapa materi yang menyedot perhatian dalam UU Pilkada relatif tidak berubah. Misalnya, syarat calon independen tetap sesuai putusan MK.
Wakil Ketua Komisi II DPR, ini mempersilakan para anggota DPRD dan masyarakat yang keberatan dengan aturan itu, untuk melakukan judicial review terhadap UU Pilkada yang baru saja disahkan itu.
“Bagi anggota DPRD dan masyarakat yang tidak setuju dan merasa dirugikan dengan UU Pilkada yang baru ini, silahkan untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Almuzzammil, di Gedung DPR, Senayan Jakarta, seperti dilansir dari Inilampung.com, Kamis (2/6).
Dia jelaskan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak menyetujui sikap Pemerintah yang mengharuskan anggota DPR, DPD, dan DPRD mundur jika maju menjadi calon kepala daerah dengan alasan merujuk kepada MK Nomor 33/PUU-XIII/2015.
“Menurut kami itu tidak adil. Seharusnya calon kepala daerah yang menjabat sebagai anggota Dewan cukup ambil cuti dan mundur dari jabatan pimpinan atau alat kelengkapan Dewan. Jadi putusan MK itu hanya berlaku bagi PNS, TNI, dan Polri yang berpotensi terganggu independensinya sebagai aparatur negara,” ujar anggota DPR dari daerah pemilihan Lampung ini.
Dia tegaskan, kewenangan DPR dalam pembentukan UU tidak perlu dihadap-hadapkan dengan kewenangan MK.
“Sejauh DPR menemukan dasar sosiologis, yuridis, dan filosofis yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan maka norma dalam UU dapat diajukan untuk diperbaiki,” tegasnya.
Jika ada masyarakat yang tidak setuju terhadap norma dalam UU tersebut, lanjut Almuzzammil, MK dapat melakukan judicial review terhadap pengajuan masyarakat atau kelompok masyarakat tersebut.
Anggota Fraksi PKS ini menerangkan bahwa sikap fraksinya sesuai pandangan dari kedua mantan Ketua MK yaitu Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD.
“Kita tidak ragukan kedua tokoh ini yang merupakan mantan Ketua MK yang memiliki kepakaran dan integritas. Keduanya memiliki pandangan yang sama, sebagai pejabat negara, anggota Dewan tidak perlu mundur jika maju menjadi calon kepala daerah,” pungkasnya.