Lampung Tengah, Dutalampung Online – Di Kabupaten Lampung Tengah terdapat sebuah lembaga yang menamakan dirinya “KABUPATEN LAMPUNG TENGAH DEVELOPMENT COMMITTEE (KLT-DEC). Lembaga ini membuka ribuan lowongan kerja, yang katanya akan ditempatkan di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Lembaga ini menjaring peminat pencari kerja dengan memasang iklan lowongan kerja di media sosial dan hasilnya ratusan pelamar dari seluruh penjuru datang untuk melamar.
Dalam iklan lowongan kerja yang disebarkan dijanjikan pula gaji yang cukup menggiurkan serta dengan menyebutkan embel-embel nama Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Lembaga Keuangan tunggal Dunia. Duta Lampung Online mencatat setidaknya ada 3 gelombang pendaftaran selama kurun waktu 3 bulan terakhir.
Namun, tahukah anda apa itu DEVELOPMENT COMMITTEE ? Berikut hasil penelusuran Dutalampung Online.
Bupati Aceh Tengah Ir. Nasaruddin MM cekal Aceh Tengah Development Commitee
Bupati Aceh Tengah Ir. Nasaruddin MM, bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA) meminta dengan tegas, agar lembaga Aceh Tengah Development Commitee (AT-DEC) untuk menghentikan setiap kegiatan operasional mereka di daerah tersebut. Karena isu yang beredar di tengah masyarakat, ada dugaan pendangkalan akidah atau bahkan aliran sesat dan sangat meresahkan masyarakat.
Ada 3 keputusan Forkopimda Aceh Tengah tekait AT-DEC, pertama, meminta kegiatan operasional AT- DEC untuk sementara dihentikan diseluruh wilayah Aceh Tengah. Kedua, apabila selama ini ada keterlibatan aparat kampung maupun PNS, agar meminta izin kepada atasan masing masing. Ketiga, Forkopinda meminta kepada pengurus AT-DEC tidak melanjutkan kegiatan mereka.
Ketiga point tersebut dikeluarkan setelah Forkopimda bertemu beberapa waktu lalu, tepatnya pada 24 Maret 2015, bertempat di ruang Kerja Bupati Aceh Tengah untuk membahas persoalan AT-DEC berdasarkan dinamika dan informasi dari tokoh masyarakat dari seluruh kecamatan di aceh tengah, serta profil lembaga tersebut yang disebarluaskan melalui berbagai media.
Pertemuan tersebut dihadiri Bupati Ir. Nasaruddin MM, beserta Wakil Bupati Aceh Tengah, Khairul Asmara, ?Dandim 0106 Aceh Tengah, Letkol Inf. Lalu Habibburrahim, Kapolres Aceh Tengah, AKBP. Dodi Rahmawan, Kajari Takengon, Dwi Aries Sudarto, serta pejabat terkait lainnya. Selain itu, tidak sedikit pemerintah kabupaten/kota di Aceh yang melarang dengan tegas DEC beroperasi demi menjaga kamtibmas. (Sumber: acehnews.net)
Kesbangpol aceh bekukan Aceh Development Commitee
Badan Kesbangpol dan linmas Aceh mengundang pengurus DEC Aceh guna meminta penjelasan tentang profil organisasi DEC pada hari jumat (20/3/2015). Pertemuan tersebut berlangsung di ruang rapat Kepala Badan Kesbangpol Aceh, dan di pimpin langsung oleh Kabag Kesbangpol Aceh Nasir Zalba SE, dan dihadiri oleh para kepala bidang Kesbangpol Aceh. Tujuan pertemuan tersebut agar semua pihak paham terhadap profil organisasi DEC yang telah meresahkan masyarakat tersebut.“untuk itu kita mengundang rekan-rekan pengurus DEC untuk menjelaskan tentang profil organisasi DEC,” jelas Nasir Zalba.
Wakil sekretaris pembina DEC Prov Aceh, Suprihartono, selaku wakil AT-DEC menjelaskan bahwa DEC merupakan sebuah organisasi lokal yang didirikan atas inisiatif warga. Organisasi tersebut memiliki sifat bottom up, dimana struktur yang didirikan bermula dari desa/gampong, selanjutnya kecamatan, dan kabupaten/kota. DEC memiliki kegiatan yang bersifat sosial, pemberdayaan ekonomi dan kemanusiaan, terang Suprihartono kala menjelaskan kegiatan yang akan di lakukan oleh DEC.
Lebih lanjut Suprihartono mengatakan, organisasi tersebut dibantu oleh sebuah lembaga keuangan tunggal dunia yang disebut dengan Empire Monetary Fund (EMF).
“sumber dana DEC berasal dari EMF,” tegas Suprihartono.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh menjelaskan sebagai sebuah lembaga asing yang memberikan bantuan kepada lembaga lokal, sudah seharusnya EMF berkoordinasi atau melaporkan diri kepada pihak terkait.
Terkait dengan kondisi akhir-akhir dimana beberapa lembaga DEC Kab/Kota yang telah dibekukan, Nasir Zalba memberikan masukan agar DEC tidak melakukan aktifitas apapun saat ini sampai dengan pihak DEC mampu memberikan penjelasan yang rasional kepada masyarakat. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh beberapa perwakilan DEC kab/kota, seperti DEC Aceh Besar, DEC Banda Aceh dan DEC Sabang. (Sumber: kesbangpolinmas.acehprov.go.id)
Development Commitee memiliki kegiatan dengan pola mirip Gafatar
Yogyakarta – Setelah organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dimatikan, kali ini di wilayah Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, berdiri organisasi yang dipandang senada dengan Gafatar. Organisasi yang bernama Jogjakarta Development Committee (JOGJA-DEC) tersebut menyatakan sebagai organisasi yang bergerak di bidang kemanusiaan.
Namun, menurut Wakil Ketua DPRD DIY, Arif Noor Hartanto, berdasar informasi yang disampaikan Korem 072/Pamungkas, organisasi itu memiliki kegiatan dengan pola mirip Gafatar. Oleh karenanya, DIY diminta hati-hati. Menurut Arif, pihak keamanan sedang memantau organisasi tersebut dan meminta masyarakat untuk tidak terpengaruh, meski organisasi tersebut memberikan iming-iming gaji yang cukup besar bagi anggotanya. “Apa pun bentuk dan tujuan organisasi ini, masyarakat harus mewaspadai. Jangan sampai terjerumus dalam persoalan seperti Gafatar,” ujarnya Jumat (4/3). (Sumber: beritasatu.com)
– Tidak ada Esa Monetary Fund atau Empire Monetary Fund baik di Bandung maupun di Swiss seperti yang dikatakan para pengurus Development Commitee.
Alamat website “gratisan” Lembaga Development Commitee
Layaknya sebuah lembaga yang dibiaya oleh lembaga keuangan berskala “dunia” dan bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa Bangsa. Sudah seharusnya lembaga Development Commitee baik itu untuk wilayah Kalirejo Lampung Tengah ataupun wilayah lain menggunakan alamat website berbayar. Namun sebaliknya, KLT-DEC dan Lembaga Development Commitee di daerah lainnya di seluruh indonesia justru mendompleng di situs wordpress dan blogspot yang notabene merupakan situs “gratisan”. Bahkan sebuah toko online saja mampu membiayai sebuah alamat internet. Lalu, mengapa sebuah lembaga yang bekerja sama dengan PBB dan didanai lembaga keuangan tunggal dunia tidak mampu membayar sebuah alamat internet ? (agus prasetyo)