Opini (Duta Lampung Online)-perburuhan dengan Masa laluku terurai di sini,
Duapuluh delapan tahun lalu, Perjalanan waktu Pencaharian ku tentang Konsep Hidup tidak kutemu hingga sekarang. sepertinya tak cukup menjadi Kenangan itu kuhitung jari jari ,disusun dari Cerita demi cerita yang melegenda di pusaran waktu;teringan saat saya datang di Rumah Mertua di Kota Dinginnya hujan Wonosobo untuk mengurai perjalanan masa depan, saat itu KKN dan mengenal putri tang sekarang masih kudamba..
Amboi, indah nian sejauh mata memandang, hijau bukit Slamet dan Bromo di antara gugusan merapi-merbabu di sebelah timur dan Sibdoro sumbing di sebelah barat.
Hilir mudik mahasiswa KKN berjejal turun naik dari angkota jalur 2, nampak rapi dan cantik, dengan kemerah-merahan pipinya yang menunjukkan kekhasan gadis cantik Magelang ,yang memberi dua permata cinta,Buah hati Kami .
Tentunya, setidaknya sejarah panjang Pertemuanku tahun 1991 membuat terlena hati membuka diri dari pengembaraan sunyi.tampak megah kampus Universitas Universitas dan Kantor kantor .
Ada satu tempat yang saya terkesan berlama-lama sampai beberapa waktu untuk membaca, merenung dan menyepi. Tempat itu adalah Perpustakaan Unimma. Saya memang akrab dengan pustakawan dan juga mahasiswa yang aktif membaca di situ.
Bahkan oleh sebagian mahasiswa, saya dikira mahasiwa juga, Maklum tampangnya biasa, tidak seperti dosen.
Hari berlalu dalam bergulirnya waktu, seiring teknologi yang begitu canggih berkejaran dengan tuntutan kebutuhan.
Kesadaran untuk membaca sudah beralih dari memahami global substansi buku menjadi kebutuhan instan tematik yang dibutuhkan.
Cenderung Berpikir pragmatis tanpa memahami substansi material yang dikaji, menjadikan ilmu seperti “mateng imbuan” dari kebutuhan sesaat.
Timbulnya sekarang copy paste menjadi gejala umum yang bisa didownload dari internet dengan kata kunci yang dicari seperti sekarang ini . Tapi tidak semua mahasiswa sekarang begitu perhatian dengan sikap akademis yang kami miliki, saya yakin idealisme itu masih ada meskipun harus disesuaikan dengan zamannya,tidak seperti zamanku dulu tapi sekali lagi sanksi aku.
Kembali ke hal perpustakaan. Pernah suatu kali sy tertarik pada seorang mahasiswi, tentunya dia rajin membaca, mencari bahan untuk tugas perkuliahan.
Sepertinya Dia tidak asing lagi bagiku karena seringnya dia ke perpustakaan.
Sekedar menyapa dan diskusi sudah biasa meskipun bukan dari fakultas dimana saya mengajar. Menurutku dia cantik, humble, cerdas dan penuh pesona.
Siapa sih yang tak tertarik dg yang seperti itu. Apalagi saya waktu itu masih Kombatan,Saya juga membaca dengan pengamatan yg seksama tentang garis dan gurat-gurat yang nampak dari ekspresi wajah.
Semua ekspressi Dosen Dosen Saya dulu yang genius genius Tambak satu satu menjelaskan Hebatnya konsepnya yang sekarang berseliweran di Kepala . Semua nampak teoritis memang, tapi setidaknya –di samping– pengujian atas literatur psikologi yang saya baca, juga dari apa yang dituturkan guru-guru saya waktu sekolah dan kuliah. Kalau ilmu seperti ini sulit dilupakan, Membaca ekspresi seperti yang diajarkan Bapak Abdul Bashir Soulissa (saat di dalam pelajaran Kuliah MMCP Ekspresi), Bapak Kharis zubair (IAIN Jogja dalam Makul BK), Prof. Musa As Ary (saat ngajar S2, Kutub at turots, dalam celetukan aura mistis terdalam kitab-kitab kuno saat perkuliahan). Meskipun demikian –dapat dibilang tak lengkap– bila saya hanya membaca tak pernah mengamalkan aji-aji klenik saya pelajari secara otodidak dipelajari dari buku buku instan diecer dari Bis Kota,Maklum .
Namun “perburuan” Pengetahuan di perpustakaan itu hanyalah cerita loakan yang tak pernah terjadi. Logika berayun mengaduk-adukkan bahasa begitu saja berimaginasi tersendiri.
Cinta itu seperti fiksi yang tak pernah di hadirkan dalam buku kehidupan yang bisa kubaca. Tak pernah terkomunikasikan secara verbal, tak pernah tergambarkan dalam lukisan, tak pernah tertulis dengan tinta emas saat itu sampai sekarang kenangan perkenalan dengan mantan pacarku yang anak Pak lurah tempatku KKN , menjadikan kisah lucu yang pernah terjadi dan mengubah perjalanan kehiduoanku. Kenapa? Ternyata, si dia sudah ada yang punya sesama mereka, memiliki latar yang Sama , Mahasiswa.
. untungnya saja tak pernah kukatakan dan kuceritakan masalah ini kepada siapapun tentang nama itu si anak Hilang yang sekarang benar benar telah hilang tinggal kenangan , bahkan si dia sendiri tinggal cerita setumpuk kertas Rongsok
Setelah lama aku tidak datang ke perpustakaan hampir tiga dasawarsa lebih. Akhirnya bisa bernostalgia di perpustakaan ini sejenak sambil selfie dan berpuisi indah pada pada hembusan AC yang menusuk-nusuk nalar memoriku,Sepertinya penulis kehabisan bahan,namun Kenangan ku dengan kertas kertas Tua terbaca disini.
(sHDt)



















