Jakarta(DLO)- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah di media sosial pada Senin (5/6). Fatwa ini dibuat karena selama ini ada dampak positif maupun negatif dari penggunaan media sosial.
Asrorun Ni’am Sholeh selaku Sekretaris Komisi Fatwa MUI, berpendapat media sosial memiliki dua sisi. Pertama sisi positif, digunakan untuk kepentingan kehidupan sosial dan silaturahmi. Kedua sisi negatif, yang dapat memicu pelanggaran hukum dan keresahan sosial.
“Dilatarbelakangi oleh media digital yang memiliki nilai pemanfaatan untuk kepentingan silaturahni, kehidupan sosial, dan pendidikan. Akan tetapi di sisi lain memicu keresahan sosial, pelanggaran hukum, dan disharmoni antar sesama dan kestabilan nasional,” ujar Ashrorun, saat membacakan Fatwa Hukum Bermuamalah di Media Sosial, di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Senin (5/6).
Fatwa ini merupakan dasar pemikiran berbagai pihak baik dari para ulama, pemerintah, dan masyarakat luas. “Dari berbagai pihak MUI bertujuan memberikan landasan pemanfaatan medsos dengan baik melalui fatwa ini,” imbuh Ashrorun. Di dalam fatwa tersebut, dijelaskan bahwa yang dimaksud muamalah adalah proses interaksi antar individu atau kelompok yang terkait dengan hablun munannaass (hubungan antar sesama manusia) meliputi pembuatan (produksi), penyebaran (distribusi), akses (konsumsi), dan penggunaan informasi dan komunikasi.
Di dalam Fatwa MUI No 24 Tahun 2017 tersebut juga dijelaskan bahwa setiap muslim yang bermuamalaf melalui media sosial diharamkan untuk:
Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan ,Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan,Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup,Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i, Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.
Dalam kesempatan ini, MUI memberikan secara simbolik fatwa kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Menkominfo Rudiantara mengapresiasi pemberian fatwa tersebut sebagai rekomendasi kepada pemerintah untuk menjaga dan meminimalisasi penyebaran konten-konten negatif di media sosial.
“Berdasarkan rekomendasi MUI ini bukan akhir tapi awal kejasama dengan MUI. Mensosialisasikan fatwa ini, bagaimana menggunakan ini sebagai rujukan dari MUI untuk mengelola dan memanajemen konten-konten negatif di sosmed,” ujar Rudiantara. Sementara itu Ketua MUI KH Ma’ruf Amin yang hadir dalam pembacaan Fatwa Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial di Jakarta, Senin (5/6/2017) mengatakan, fatwa tersebut sangat penting diketahui umat demi kelangsungan ukhuwah Islamiyah.
“Fatwa ini menurut kami sangat penting, berangkat dari keprihatianan terhadap perkembangan dan konten medsos yang positif, tapi juga negatif,” ujarnya. KH Ma’ruf Amin memandang, konten medsos yang sejatinya diperuntukkan menjalin silaturahmi lebih erat dan menyebarluaskan amal saleh justru kerap disalahgunakan dan malah menjadi ladang membuat dosa. “Yang sangat kira rasakan adanya penyebaran kebencian dan permusuhan. (konten) itu yang merusak, itu yang harus dibuang. dilarang-larang, karena dapat menimbulkan keretakan,” ucapnya lagi.
Untuk itu, MUI sengaja mengeluarkan keputusan berupa fatwa yang menyatakan apa saja konten medsos yang bermanfaat dan apa saja yang dosa.(net)