DUTALAMPUNG ONLINE – Pemerintah terus fokus melakukan tahapan-tahapan kegiatan untuk dapat merealisasikan terbangunnya 150 desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan. Melalui upaya ini diharapkan pada tahun 2019 akan tersedia 150 desa yang tersertifikasi organik dan mandiri dalam penyediaan input produksi berbahan organik.
“Sebagaimana yang dilaksanakan di sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, proses kegiatan pembangunan 150 desa pertanian organik untuk komoditas perkebunan juga ditetapkan berlangsung pada tahun 2015 hingga 2019,” kata Direktur Perlindungan Tanaman Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementan, Dudi Gunadi dalam perbincangan dengan Sinar Tani di kantornya.
Terdapat tiga tahapan kegiatan yang menurut Dudi Gunadi harus dilakukan untuk dapat merealisasikan terbentuknya 150 desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan. Tahapan pertama (tahun 2015) merupakan tahap penetapan calon peserta/calon lokasi (CP/CL); Kedua (tahun 2016) tahapan inisiasi yang mencakup kegiatan sosialisasi dan pengadaan sarana-prasarana produksi dan tahapan ketiga (tahun 2017-2019) merupakan saat penyiapan dokumen, persiapan sertifikasi termasuk sertifikasi produk dan kegiatan apresiasi produk organik.
Pengembangan desa pertanian organik di sub sektor perkebunan dalam hal ini dilaksanakan pada kelompok tani yang mengusahakan komoditas perkebunan dengan hasil produksi yang dikonsumsi dalam bentuk segar seperti kopi, kakao, pala, teh, jambu mete, kelapa dan aren.
Dudi mengemukakan, dengan terbentuknya 150 desa pertanian organik maka setidaknya nanti akan ada 150 kelompok tani yang tersertifikasi organik dengan target areal yang tersertifikasi masing-masing kelompok seluas 15 hektar. Desa pertanian organik di sub sektor perkebunan dimaksud tersebar di 23 provinsi.
Ia menekankan bahwa dalam proses menuju terbentuknya desa pertanian organik khusus komoditas perkebunan akan banyak hal yang harus dibenahi antara lain menyangkut proses budidaya yang dilakukan oleh petani yang lahannya akan disertifikasi.
Agar produktivitas pertanaman dapat ditingkatkan maka kriteria pemilihan kelompok tani yang diikutkan dalam kegiatan pembentukan desa pertanian organik diutamakan yang dahulunya telah menerapkan Good Agricultural Practice (GAP) atau juga yang pernah bersentuhan dengan kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT).
Setiap kelompok tani yang telah ditetapkan sebagai peserta, yang pasti akan diberi bantuan seperti bantuan ternak ruminansia besar (sapi) atau ruminansia kecil (kambing/domba) dan bibit hijauan pakan ternak agar nantinya sukses menerapkan kegiatan terintegrasi pengembangan ternak dan komoditas perkebunan.
“Karena dari kegiatan terintegrasi ini bisa dihasilkan pupuk kandang dan biogas yang merupakan sarana produksi penting untuk mendukung pelaksanaan kegiatan budidaya tanaman perkebunan juga memenuhi kebutuhan energi petani pekebun,” tuturnya, seperti dilansir tabloid sinartani, Selasa (10/5).
Untuk dapat memperoleh pembinaan, setiap kelompok tani nantinya akan didampingi dua orang pendamping desa organik di mana pendamping tersebut bisa berprofesi sebagai penyuluh pertanian (PPL) PNS, pengamat hama, fasilitator daerah atau para penyuluh swasta.
Para pendamping petani itu sebelumnya telah mendapat pelatihan baik itu dilakukan di tingkat pusat, daerah ataupun yang dilakukan oleh balai-balai pelatihan milik pemerintah. “Seperti fasilitator daerah sudah diberikan pelatihan pada Februari lalu,” jelas Dudi.
Upaya pembinaan intensif dinilainya sangat diperlukan mengingat untuk bisa melakukan konversi dari kegiatan usaha tani konvensional ke organik diperlukan waktu yang tidak sebentar, bisa 2-3 tahun. “Akan banyak tantangan yang ada di hadapan mata. Karena itu pembinaan secara berkesinambungan perlu dilakukan,” ujarnya. (*)