Kota Palembang ( Duta Lampung Online)- Ketua Komite SMAN 19, yang ada di Jl. Gubernur H. Achmad Bastari Perumahan OPI Jakabaring Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Arpan diduga lakukan sumbangan wajib terhadap wali murid. Pasalnya jika siswa tidak membayar iuran maka kartu ujian ditahan.
Terungkapnya kasus tersebut berawal dari pengakuan salah satu wali murid yang minta namanya tidak ditulis mengatakan, jika siswa yang ada di SMAN 19 Kota Palembang diwajibkan membayar uang komite dan SPP.
“Disekolah kami SMAN 19 dari dulu samapai saat ini, murid diwajibkan bayar uang Sumbangan Penyelenggara Pendidikan (SPP) meski negara masih mengalami kondisi wabah Covid 19,”katanya.
Eronisnya masih kata narasumber, jika tidak membayar uang komite maka nomor ujian akan ditahan dan disuruh ngisi surat pernyataan tanggal berapa akan membayar uang komite. Jika tidak membayar maka nomor ujian akan ditahan.
“Intinya jika tidak bayar uang komite sekolah nomor serta rapot akan ditahan,”tegasnya.
Selain itu narasumber juga mengungkapkan meski ada musyawarah komite sekolah namun terkesan hannya sebagai formalitas. Dengan alasan kekurangan dana perehapan sekolah Ketua Komite tetap melakukan pungutan terhadap siswa secara pemaksaan.
“Saya juga pernah bertannya kepada Ketua Komite, kenapa undangan rapat komite masalah yang akan dibahas tidak dicantumkan, serta tidak ada kop surat,”keluhnya.
Sementara itu, Ketua Komite Sekolah, saat akan dikonfirmasi terkait masalah tersebut terkesan menghindar dan enggan menemui awak media.
Terpisah, Kepala SMAN 19 kota setempat, H.Slamed M.Pd, saat dikonfirmasi oleh awak media meski sumbangan wajib masih berlaku saat dirinya menjabat disekolah tersebut terkesan buang badan dan menakut-nakuti wartawan dengan nada tinggi serta mengaku-ngaku mantan orang media dan kenal dengan wartawan senior yakni, Lubis.
“Pihak sekolah tidak tau-mau tentang komite. Saya baru menjabat, itu urusan kepala yang lama, Aku ini mantan tukang koran, pak lupis itu wartawan senior dan temen saya,” Ujar Slamed.
Merasa agak terpojok setelah dikonfirmasi mengenai keperuntukan dana BOS dan dana sumbangan lainnya, lagi-lagi Slamed terkesan menutupi borok sekolah dengan mengaku mengeluarkan dana pribadinya Rp100 juta untuk menutupi kekurangan untuk biaya rehab.
Berdasarkan hasil pantauan dilokasi SMAN 19 juga nampak ada sedikit kejanggalan. Nampak penjagaan sekolah begitu ketat, tak cukup hannya dijaga satpam ada juga seseorang menggunakan baju Ormas ikut jaga di pos pintu gerbang sekolah.
Dilansir dari laman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, ditegaskan bahwa sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orang tua karena sifatnya sukarela. Ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa.
Sehingga, meskipun istilah yang digunakan adalah ‘dana sumbangan pendidikan’, namun jika dalam penarikan uang tersebut ditentukan jumlah dan jangka waktu pemungutannya, bersifat wajib, dan mengikat bagi peserta didik dan orang tua/walinya, maka dana tersebut bukanlah sumbangan, melainkan pungutan. Sebab, sumbangan pendidikan diberikan secara sukarela dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Jika benar demikian, patut diduga komite sekolah telah melakukan pungutan liar, mengingat sekolah dengan kriteria tertentu dilarang memungut biaya pelaksanaan PPDB dan komite sekolah dilarang menarik pungutan pendidikan.
Kasus ini akan terus dikupas hingga mendalam pada edisi mendatang. (Rudi Hartono/Mariyam).