Duta Lampung Online (DLO) – Jaksa Agung H.M. Prasetyo akhirnya angkat bicara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 263 ayat 1 Undang-Undang No 8/1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dia menilai putusan ini sebagai langkah mundur dalam upaya penegakan hukum.
“MK yang membuat keputusan bahwa jaksa tidak bisa mengajukan PK adalah langkah mundur dalam penegakkan hukum,” tegas Prasetyo saat dikonfirmasi, seperti dilansir radarlampung.co.id, Senin (16/5).
Diketahui, putusan MK ini berawal dari dikabulkannya permohonan Anna Boentaran selaku istri terpidana kasus cessie (hak tagih) Bank Bali Djoko S. Tjandra. MA mencabut hak jaksa penuntut umum (JPU) untuk mengajukan PK ke pengadilan. MK berpendapat bahwa yang berhak untuk mengajukan permohonan PK adalah terpidana dan ahli warisnya.
Prasetyo mengaku prihatin dengan putusan MK yang seakan-akan memberikan perlindungan berlebih kepada pelaku tindak pidana dan kejahatan, termasuk korupsi. “Sementara melupakan adanya sisi lain pencari keadilan yaitu korban kejahatan,” jelasnya.
Prasetyo menegaskan, dalam tugasnya melaksanakan penegakkan hukum, jaksa mewakili kepentingan korban, masyarakat, dan negara. Ini mengingat yang dirugikan dari tindak pidana korupsi bukan hanya negara, melainkan di dalamnya juga terdapat masyarakat. “Karena korupsi sebenarnya juga telah merampas hak kehidupan ekonomi dan sosial dari rakyat,” ujarnya,(rlc).