BERITA MENARIK Agustus 2016 ini bercerita tentang rencana kerjasama Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi di negeri ini. Saya nyaris berjingkrak-jingkrak saat mendengar kabar ini. Tapi saya batalkan jingkrak-jingkrak, saya pilih hanya senyam-senyum saja.
Saya ingat seorang perwira tinggi di jajaran Polri–beberapa tahun lalu, saat perang terhadap korupsi mengganas. Sahabat saya itu baru saja membaca teks (skenario) yang saya tulis tentang kampanye Polri Antikorupsi di Mabes Polri. Ia tampak tenang, tapi kemudian tertawa: “Kau kan ada di luar lembaga ini,” katanya, “wajar kau menawarkan solusi seperti ini.”
Saya mengangguk, mencoba memahamkan maksudnya. Dalam skenario yang rencananya untuk kepentingan video kampanye Polri Antikorupsi itu, saya banyak bicara hal ideal. Maklum, sebagai orang luar yang sangat bersemangat dan memang antikorupsinya sudah mendarah-daging, saya berharap Polri berada di garis depan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.
Sahabat saya itu berkata: “Saya berdoa semoga apa yang ada dalam teks skenario inilah yang terjadi kelak.”
Tapi, tidak, doanya tak dikabulkan Tuhan. Beberapa bulan setelah percakapan itu, tiba-tiba santer kabar penyidik KPK, Anis Baswedan, memasuki kantor Koorlantas Mabes Polri. Usaha penyidik yang juga anggota Polri–diperbantukan ke KPK– untuk menumpulkan data korupsi di Koorlantas Mabes Polri, ditentang oleh Kabareskim Mabes Polri saat itu, Komjend Pol Sutarman.
Ajaib, aksi itu menjadi awal sinetron pertarungan Polri dengan KPK. Gesekan itu kencang dan menimbulkan goresan yang dalam. Baik KPK maupun Polri sama-sama terluka. Sama-sama merasa paling berhak menangani kasus korupsi di lingkungan Mabes Polri.
Tentu, semua itu masa lalu, dan kini Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan dirinya akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk ikut mereformasi institusi kepolisian.
“Kami sudah beberapa kali bertemu secara informal. Tapi nanti kami akan intensifkan,” ujar Tito dalam sebuah berita.
Pertemuan Tito dengan pimpinan KPK pun sudah dilakukan untuk membahas Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) perwira polisi dan peningkatkan koordinasi. Peningkatan koordinasi, dilakukan untuk mempercepat, mendorong dan mengoptimalkan penanganan korupsi, mulai dari pencegahan hingga penegakan hukumnya.
Tito berniat membersihkan praktik korupsi di tubuh Polri. Dengan bantuan KPK sebagai pengawas dalam pelaporan LHKPN, bisa menjadi pintu masuk untuk mereformasi Polri.
Mungkin, ini masa depan pemberantasan korupsi di negeri ini. Tapi, apakah kerja sama Polri-KPK ini berlaku di daerah? Pasalnya, korupsi di daerah sangat nyata ketika para pejabat Polri tidak asing dengan urusan proyek dengan alasan pengamanan. Proyek-proyek yang memakai dana negara di daerah itu, tak sedikit yang “dikerjakan” bukan oleh para kontraktor, tetapi anggota Polri.
Mungkin berita bagus itu hanya bagus untuk dicatat sambil mengenangkan nasib Anis Baswedan, penyidik KPK yang hingga kini saya tak tahu dimana rimbanya.(*)