Bandarlampung (Duta Lampung Online)- Dilandasi rasa keprihatinan dan kesadaran masyarakat Kota Bandar Lampung. khususnya yang selama bertahun-tahun mengalami derita berbagai kerugian, akibat keberadaan kereta babaranjang yang melintas di tengah kota Bandar Lampung.
Demikianlah yang disampaikan oleh, Ketua Forum Masyarakat Lampung Peduli Pembangunan Daerah (FORMAL PEPADA), Heri CH Burmelli, melalui rilis nya yang dikirim pada Selasa (20/9/2016).
Heri menjelaskan, secara langsung kereta api Babaranjang telah memperparah kemacetan lalu lintas. Hingga ratusan meter setiap hari, bahkan setiap jam. Rakyat dibuat Stress akut. Mobilitas kepentingan umum rakyat terganggu, baik dari segi efisiensi waktu, penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor roda dua dan roda empat.
“Dari sisi kesehatan, telah terjadi polusi udara yang berkesinambungan berbilang tahun, berdampak timbulnya penyakit pernafasan hingga potensi penyakit endemik lainnya. Ancaman bahaya terhadap keselamatan berkendarapun dari berbagai fakta dan realitas seringkali terjadi kecelakaan maut diperlintasan Kereta Api,”tegasnya.
Menurut Heri, kereta Babaranjang dan Batubara Bukit Asam telah menjadi monster yang menakutkan bahkan pembunuh yang mematikan. Memperhatikan hasil kesepakatan dalam rapat antara Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah RI dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, PT. KAI, Pemprov Lampung, Kepolisian Daerah Lampung, dan Forum Komunikasi Masyarakat Bersatu Provinsi Lampung pada tanggal 16 Maret 2016 di Senayan Jakarta yang membahas masalah pemagaran/betonisasi yang dilakukan PT. KAI.
“Dengan ini, kami Ketua Forum Masyarakat Lampung Peduli Pembangunan Daerah (FORMAL PEPADA) Menyampaikan tuntutan, sebagai berikut : satu, Menolak Keras kegiatan transportasi kereta api Babaranjang yang melintas di tengah wilayah kota Bandar Lampung. Kedua, Sambil menunggu proses perpindahan rel kereta api dari dalam Kota Bandar Lampung ke luar kota, kepada PT. KAI dan PT. Bukit Asam agar memberi kompensasi berupa Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada pengendara kendaraan bermotor atas kemacetan yang ditimbulkan di setiap perlintasan kereta api,”ungkap Heri.
Adapapun tuntutan ketiga kata Heri yakni, Audit penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT. KAI dan PT. Bukit Asam, yang merupakan bentuk tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masyarakat yang menerima dampak sosial dan lingkungan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Audit ini wajib untuk dilakukan, mengingat penyaluran dana CSR dari kedua Perusahaan tersebut tidak menyentuh dan melibatkan masyarakat.
Ke-empat, Presiden RI segera merelokasi rel kereta api yang berada di tengah wilayah kota Bandar Lampung. Sebagaimana hasil rapat di DPR RI pada 16 Maret 2016. 5. Menolak segala bentuk kegiatan dan atau aktifitas PT. KAI yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat, seperti pemasangan tanda batas tanah berupa patok, pendataan yang disertai dengan pernyataan warga untuk (mengakui sepihak) bahwa milik aset tanah milik PT. KAI. Ini bentuk Feodalisme zaman penjajahan harus dihapuskan.
“Rakyat Bandar Lampung harus melawan BUMN atau PT yg lalim, terhadap Rakyat, zalim karna mau menang sendiri,”pungkasnya. (rls/Tim).