Jakarta (Duta Lampung Online)-Pemerintah akan memperlunak lagi syarat pemenuhan kewajiban jam mengajar minimal 24 jam dalam seminggu bagi guru. Langkah ini dilakukan untuk semakin memastikan tidak ada guru yang terpaksa mengajar di luar sekolah untuk memenuhi kewajiban 24 jam dalam seminggu tersebut.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata mengatakan akan menambah jumlah peluang ekuivalensi jam mengajar bagi guru. Di mana sebelumnya telah ditegaskan dalam Permendikbud nomor 4 tahun 2015 tentang ekuivalensi jam mengajar guru.
“Ada tambahan kegiatan lagi yang dapat dihitung sebagai pengganti jam mengajar,” ungkap Pranata dalam konferensi pers Guru dan Tenaga Kependidikam Berprestasi di Jakarta, kemarin. Kegiatan tersebut diantaranya, menjadi kepala sekolah, pembina OSIS, wali kelas, kepala lab, kepala bengkel, menjadi instruktur, narasumber kurikulum, dan mengajar ektrakurikuler.
Daftar tersebut akan diatur dalam permendikbud terbaru tentang ekuivalensi yang saat ini tengah dirancang. Dengan lebih banyak kesempatan untuk ekuivalensi, diharapkan guru tidak perlu mengajar di luar sekolah untuk menggenapi 24 jam mengajar.
“Nanti akan diatur secara rinci, misalnya jadi kepala sekolah berapa nilai ekuivalensinya, dan sebagainya. Yang penting pada prinsipnya guru tidak dibiarkan mencari 24 jam kemana-mana, cukup di sekolahnya saja,” ujar dia. Pranata menargetkan, pada akhir bulan ini rumusan daftar ekuivalensi tersebut sudah dapat dikeluarkan.
“Semakin cepat diberlakukan jumlah guru yang mengajar di luar sekolah dapat ditekan, sehingga guru dapat lebih konsentrasi mengajar,” tegasnya. Ia menegaskan bahwa kewajiban jam mengajar tatap muka guru sebanyak minimal 24 jam dalam seminggu tidak dapat lagi dikurangi.
Sebab angka 24 jam mengajar itu sudah disesuaikan dan setara dengan 37,5 jam bekerja PNS non guru pada umumnya. “Kewajiban tatap muka guru mengajar tetap minimal 24 jam seminggu, karena itu sudah setara dengan 37,5, jam bekerja pegawai dalam seminggu,” tegasnya.
Pernyataan ini ditegaskan lagi oleh Pranata, menjawab kembali munculnya desakan untuk mengurangi lagi jam mengajar minimal guru dalam seminggu. Jumlah jam mengajar guru ini menjadi salah satu syarat untuk turunnya Surat Keputusan Pencairan dana Tunjangan sertifikasi guru.
Dalam praktiknya kebijakan 24 jam ini dinilai memberatkan. Sebagian guru merasa kesulitan memenuhi syarat minimal 24 jam mengajar dalam seminggu, akibatnya banyak guru yang terpaksa mengajar di sekolah lain untuk memenuhi jam mengajar.
Sambut Positif
Menanggapi peluang ekuivalensi, Plt Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi menyambut positi upaya Kemdikbud untuk mempermudah kinerja guri di lapangan.
Karena menurut Unifah, perlu ada kesepahaman antara pemerintah dan guri, bahwa pekerjaan guru bukam hanya mengajar tatap muka di kelas, melainkan juga pembinaan, mengoreksi nilai, menyiapkan bahan ajar dan sebagainya. “Saya apresiasi Mendikbud Pak Muhadjir yang lebih memahami apa persoalan guru,” tutupnya.(*)