Focus Group Discusion (FGD) Mahasiswa Apakah Legislatif Sebagai Pintu Masuk Korupsi Masjid Sriwijaya Provinsi Sumatera Selatan (SUMSEL)

0
61

Palembang (Sumsel) dutalampung.com – Pelaksanaan Focus Group Discusion (FGD) Program Kegiatan apakah legislatif sebagai pintu masuk korupsi masjid Sriwijaya Provinsi Sumatera Selatan (SUMSEL), dibuka oleh penyelenggara acara Fini Aria selaku sebagai ketua pelaksana Imran Hanavia Khan selaku moderator dan narasumber Bagindo Togar Butar Butar, Dr. Ahmad Syukri, S.IP., M.SI., di gedung DPD Sumsel jalan Gub H Bastari Jumat pukul 14.00 WIB (24/6)

Hal itu membuat Dewan Pimpinan Daerah Forum Relawan Demokrasi (DPD Foreder) Sumatera Selatan (Sumsel) membuka forum diskusi di kalangan publik apakah ada keterlibatan sejumlah oknum legislatif yang akan ikut terseret dalam dugaan tersebut.

Dipembuka awal acara diskusi Dr. Ahmad Syukri, S.IP., M.SI., menyampaikan bahwa “Mencegah korupsi itu berawal dari diri kita sendiri. Kita ambil contoh garis besar dalam sehari-hari tanpa sadar Kita sudah korupsi waktu dan meminta uang sekolah kepada orang tua lebih dari seharusnya”, pungkasnya.

Fini Aria mengungkapkan tujuan pelaksanaan acara ini adalah salah bentuk kepedulian kami sebagai mahasiswa/i bentuk toko pemuda di indonesia terkhusus di Sumatera Selatan untuk membahas korupsi yang terjadi di Sumsel khusus nya kasus Masjid Sriwijaya “apakah ada keterlibatan sejumlah oknum legislatif yang akan ikut terseret dalam dugaan tersebut.”

Ditambah lagi menurutnya, mengenai korupsi di Sumsel ini sangat miris dan kita sudah tau bahwa Sumsel ini masuk dalam pandangan kaca mata nasional, yaitu masuk zona merah tetapi dalam pandangan kita Sumsel ini sudah masuk zona hitam di karenakan sudah menjamur dari kalangan tingkat bawah hingga tingkat atas yang menganggap korupsi ini adalah hal yang lumrah,untuk menguntungkan dirinya sendiri atau kelompok.

Hingga saat ini kami selaku mahasiswa belom merasa puas terhadap pengungkapan kasus Masjid Sriwijaya, dikarenakan tanpa ada pengesahan legislatif anggaran pun tidak ada yang keluar,begitu pula kalau executive tidak menyetujui maka anggaran legislatif pun tidak akan mengeluarkan anggaran.

Kami mengharapkan terhadap Aparat Penegak Hukum (APH) untuk benar-benar menggunakan jabatannya untuk menegakkan hukum sesuai dengan hukum yang seadil-adil nya di indonesia bukan menjadi alasan untuk menjadikan ini dasar berpolitik hukum atau produk politik. (Obie/Mariyam)