Mesuji, Dutalampung Online – Belum kunjung dimulainya kemitraan antara Perambah Kawasan Hutan Register 45, Sungai Buaya, Kabupaten Mesuji dengan perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI), PT Silva Inhutani Lampung, membuat nasib perambah makin tidak jelas.
Hal itu diutarakan Yasin sebagai ketua kelompok perambah wilayah Tugu Roda kepada rombongan Staf Ahli Menteri Kehutanan, Brigjen Rahyono, perwakilan PT Silva Abeng, dan Dinas Kehutanan Mesuji di Tugu Roda, dan sekitar 30 perambah di Register 45.
Menurut Yasin, pihaknya sudah sangat bersabar terhadap pemerintah terutama Kementerian Kehutanan yang hanya terus menjanjikan tanpa realisasi.
“Untuk saat sekarang kami sangat menginginkan berjalannya kemitraan, namun situasi dilapangan, kami diganggu para preman. Ironisnya, banyak yang mengklaim lahan salah satunya oleh Wan Mauli dari adat Megoupak yang mengaku jika tanah ini adalah tanah adat. Kamipun berharap agar jangan terlalu lama prosesnya, kami sudah tidak kuat, beri kami kejelasan,” jelas Yasin saat memberikan keterangan, seperti dilansir dari lampost.co, Rabu (11/5).
Keterangan Yasin dikuatkan keterangan Saepul selaku Ketua Kelompok Sidorukun, Register 45. Saepul menjelaskan jika masyarakatnya sudah dua tahun menunggu kemitraan berjalan. Dan Saepul mengklaim jika dirinya bersama masyarakat menjadi korban ketidakjelasan kemitraan.
“Dikatakan begitu karena sebelumnya warga kami memiliki lahan garapan yang kemudian disepakati meng-nol-kan lahan di Sidorukun sejak September tahun 2014 lalu. Dari bulan itu, warga kami tidak lagi menanam, dan lahannya dijarah oleh orang-orang perambah lain. Dan warga menuntut ke saya sebagai ketua kelompok, dan saya meminta kepada perusahaan untuk bertanggung jawab,” papar Saepul.
Namun, pihaknya mengaku semakin terjepit kondisi. Bahkan, saat ini sejumlah warga di Sidorukun sedang menyiapkan kekuatan.
“Dalam dua bulan ini tidak ada kejelasan, jika saya bilang perang, maka berjalanlah itu. Maka dari itu, bahasa sabar jangan sampai diutarakan lagi karena sudah habis. Saya tidak ingin kemitraan ini diawali dengan insiden. Warga yang ikut mitra semakin terpojok dan tersisih,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Staf ahli menteri Kehutanan, Brigjen Rahyono, jika Regiater 45 masih memiliki luas 43.100 dan belum mengalami pengurangan. Keterangan tersebut mematahkan janji menteri kehutanan tersahulu Zulkifli Hasan yang mengklaim telah menyerahkan 7.000 hektare kepada Bupati Mesuji Khamamik.
Rahyono juga mengutarakan jika ada lembaga adat atau siapapun yang mengkalim lahan di Regiater 45, itu termasuk dalam rangkaian penipuan. Dia juga berjanji akan memberikan rasa aman kepada perambah yang bermitra dari aksi preman selama ini.
“Perambah yang ikut kemitraan adalah yang taat hukum. Tidak ada pemerintah yang harus kalah dengan preman dan siapa pun, itu hanya waktu. Para mitra wajib hukumnya dilindungi, jangan ragu dan bergeser. Tingkah preman tidak akan kami diamkan, saya akan rapatkan kembali,” kata Rahyono.
Rahyono pun berjanji pekan depan akan mengundang tiga dirjen dan membuat keputusan.
“Mereka yang menganggu selama ini akan kami tertibkan. Kalian akan saya kawal agar tetap sukses mengitu kemitraan ini. Yang melanggar hukum harus ditindak. Jadi kami mohon untuk sabar, saya berjanji akan kawal sampai sukses,” janji Rahyono.
Saat ini, baru ada tujuh kelompok perambah yang sudah bermitra. Rencananya, kemitraan akan dimulai dibulan Juni dan Juli 2016 ini. (*)